Mengembalikan Televisi Publik
Seri Penyiaran Publik
Pada tahun 1962 sejarah pertelevisian
di Indonesia dimulai ketika TVRI mengudara untuk pertama kalinya dengan siaran
langsung HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-17 di Istana Negara Jakarta dan
liputan Asian Games IV di Jakarta. TVRI awalnya adalah medium untuk
mempromosikan program-program pemerintah, serta memperteguh konsensus nasional
tentang budaya nasional, pentingnya pembangunan, tertib hukum, dan menjaga
kemurnian identitas bangsa.
Pada awal
berdirinya secara resmi pada 24 Agustus 1962, TVRI dikenal sebagai televisi
pemerintah. Sebab TVRI memang tidak diorientasikan untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan publik. Dari sekadar medium untuk mendokumentasikan
sejarah,TVRI pada akhirnya hanya berperan sebagai alat propaganda pemerintah
dan perangkat Ideologis rezim berkuasa. Hal inilah yang menjadi kendala serius ketika
muncul keinginan untuk mentransformasikan TVRI menjadi Lembaga Penyiaran
Publik.
Pembentukan
Lembaga Penyiaran Publik (LPP) dan Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) ternyata
tidak segara terwujud karena mendia penyiaran masuk ke dalam perangkap yang
oleh Sudibyo (2009: 58-59) disebut rekolonisasi, yakni kembalinya intervensi
pemerintah ke dalam sistem penyiaran melalui sentralisasi perizinan dan
pelemahan fungsi KPI (Komisi Penyiaran Indonesia). (Sudibyo dalam #SaveRRIdanTVRI,
2015: 2 - 3)
Beban ekonomi
semakin tinggi, biaya kebutuhan pokok semakin naik, angka PHK meningkat seiring
mahalnya biaya produksi menambah beban masyarakat urban.Berbagai masalah yang
dialami masyarakat ini, membuat mereka cenderung tidak peduli dan skepstis.
Bahkan ada yang belum tau apa itu
penyiaran publik. Hal ini yang menjadi tantangan besar TVRI dalam mengembalikan
citranya sebagai televisi publik. Membangun kesadaran masyarakat dalam mengubah
persepsi tentang TVRI sebagai televisi pemerintah agaknya masih sulit dan butuh
usaha keras. Usaha-usaha itu anatar lain melakukan kampanye ke media-media
sosial, mengedukasi lembaga-lembaga pendidikan, sekolah-sekolah, melakukan
diskusi dengan pemerhati media, melalukan berbagai lokakarya dengan dosen-dosen
komunikasi.
Sekiranya
penulis bisa memberi solusi dari menurunnya eksistensi TVRI di tengah program
tayangan televisi swasta antara lain yaitu menambah slot program untuk anak
muda, menayangkan secara eksklusif pertandingan-pertandingan sea games, PON
atau pertandingan olahraga antar negara yang lain. Menjadi media patner untuk
event-event olahraga internasional. Mengarap talk show yang menghibur dan
inspiratif. Membuat tayangan traveling yang diisi oleh host seorang artis yang
sedang idolakan.
Seyogyanya,
penyiaran publik didirikan dari masyarakat dan untuk masyarakat, bukan menjadi
corong atau media yang dapat ditunggangi oleh pihak tertentu. Sudah selayaknya
kita membangun kembali citra penyiaran publik yang mendidik dan mencerdaskan
bangsa.
Daftar pustaka
Sudibyo, Agus. 2004. Ekonomi
Politik Media Penyiaran. Yogyakarta: LkiS
Lembaga Penyiaran Publik, 2015, #SaveRRIdanTVRI. Yogyakarta: Tifa
Televisi jaman sekarang lebih mementingkan rating daripada moralitas. Terimakasih
BalasHapus