Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2015

Masihkah TVRI dan RRI Eksis?

Pada tahun 1962 sejarah pertelevisian di Indonesia dimulai ketika TVRI mengudara untuk pertama kalinya dengan siaran langsung HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-17 di Istana Negara Jakarta dan liputan Asian Games IV di Jakarta. TVRI awalnya adalah medium untuk mempromosikan program-program pemerintah dan diperlakukan sebagai alat propaganda pemerintah. Fakta sejarah inilah yang menjadi kendala serius ketika muncul keinginan untuk mentransformasikan TVRI menjadi Lembaga Penyiaran Publik. Sebab sejak dari awal TVRI memang tidak diorientasikan sebagai media untuk memenuhi kepentingan-kepentingan publik. (Kitley, 2001 dalam Sudibyo, 2004 : 280). RRI yang lahir pada tahun 1945 menjadi sejarah sebagai pengawal kemerdekaan dan menyiarkan berita kemerdekaan ke seluruh pelosok Indonesia. Sejak saat itu RRI menjdi primadona masyarakat sebelum menjamurnya radio-radio swasta. Saat ini hampir sebagian besar masyarakat sudah jarang sekali menonton TVRI apalagi mendengarkan RRI. Lebih-lebi

Defensif vs Open Minded

Beberapa hari yang lalu aku review salah satu novel. Jujur aja, baru kali ini ngereview novel. Sebelumnya pernah review sih tapi untuk tugas kuliah doang. Jadi isenglah Aku review novel yang baru aja selesai dibaca. Jujur aja aku kurang sreg. (Liat posting sebelumnya). Aku tulis jujur, apa adanya yang emang aku rasain dan sesuai ma pikiranku saat itu. Abis selesai posting di blog, aku linklah ke twitter dan mention penulisnya biar baca. Tapi ternyata.... Dari tanggapan dia sama reviewku, dia kecewa (gak terima). Defensif dan tetep beranggapan bahwa apa yg dia tulis pasti disukai. Tapi kok aku (kurang) suka ya? Apa itu salah? Apa aku harus pura-pura "wah novelmu keren banget, moodku campur aduk selesai baca, bikin yang tadinya nangis trus ketawa, bisa banget bikin dongeng ajaib gitu". Enggak kan? Tapi kayaknya justru itu malah yang pengen dia denger dari pembaca. Bikin dia seneng dan bahagia novelnya diterima. Postingku yang kemarin udah dianggap lewat... Gak pe

Some Where Only We Know

Tadi pagi baru aja menamatkan salah satu Novel yang diperoleh dari perjuangan Pre Order -udah semacam Pre Order tiket konser-. Novel ke dua, ralat : novel fiksi pertama @aMrazing.. Sejujurnya gue lebih suka novel non-fiksi TNSLOA. Hehehee. Okeee fokus.... Fokus.... Sebenernya ekspektasi gue ke novel ini terlalu tinggi. Gue pengen bagian Hava ketemu Kenzo bisa lebih dramatis lagi. Minimal pada akhirnya Kenzo atau Hava meminta maaf. Kenzo karena dia udah sempat ga percaya. Hava karena dia udah membiarkan Kenzo nunggu terlalu lama. Mungkin ini terlalu sentimentil karena gue cewek. Hahahaaa Gue pikir kata - kata "Kampret" gak banyak muncul. Ternyata gue salah. Jujur aja kata-kata malah menurut gue ganggu. Makian dan omelan Ririn juga kadang terlalu lebay. (Tapi mungkin emang sengaja dibuat lebay). Pas bagian Arik cerita tentang dongeng, sengaja aku lewatin. Karena emang gak terlalu suka dongeng yang absurd apalagi dongeng ala putri-pangeran. Klise. Hubungan Ririn ma Arik t

Untittle

Beberapa hari yang lalu entah semesta sedang berencana apa, gue ketemu lagi sama orang yang sebenernya males banget gue temui. Bahkan untuk denger suaranyapun gue ogah. Dan setelah lebih dari 4-5 tahun gak ketemu, kemarin gue harus merelakan jantung gue nyaris copot plus migren berkempanjangan sebagai akibat ulah dia –yang tak udah disebut nama- yang nyetir gak karuan kayak sopir truk ngejar setoran. Untuk pertama kalinya gue mual dan migren padahal cuma wisata dalam kota. Aseli itu migren ganggu banget. Ganggu liburan gue tepatnya. Dia pun gak minta maaf udah bikin kepala bentur kursi depan berkali-kali pun saat gue nyaris ketinggal kereta gagara dia salah ambil jalan. Dan gue nyaris berlinangan air mata tepat saat kereta sudah memasuki stasiun. Gue kecewa! Entah kenapa, liburan kemarin jadi liburan ter-males dan ter”akward” yang pernah ada. Gue bahkan terlalu malas untuk sekedar menatap matanya. Bahkan untuk sekedar menyapa dan membuka obrolan. Udah terlalu lama dia gak pernah h