Untittle
Beberapa
hari yang lalu entah semesta sedang berencana apa, gue ketemu lagi sama orang
yang sebenernya males banget gue temui. Bahkan untuk denger suaranyapun gue
ogah. Dan setelah lebih dari 4-5 tahun gak ketemu, kemarin gue harus merelakan
jantung gue nyaris copot plus migren berkempanjangan sebagai akibat ulah dia
–yang tak udah disebut nama- yang nyetir gak karuan kayak sopir truk ngejar
setoran. Untuk pertama kalinya gue mual dan migren padahal cuma wisata dalam
kota. Aseli itu migren ganggu banget. Ganggu liburan gue tepatnya. Dia pun gak
minta maaf udah bikin kepala bentur kursi depan berkali-kali pun saat gue
nyaris ketinggal kereta gagara dia salah ambil jalan. Dan gue nyaris
berlinangan air mata tepat saat kereta sudah memasuki stasiun. Gue kecewa!
Entah
kenapa, liburan kemarin jadi liburan ter-males dan ter”akward” yang pernah ada.
Gue bahkan terlalu malas untuk sekedar menatap matanya. Bahkan untuk sekedar
menyapa dan membuka obrolan. Udah terlalu lama dia gak pernah hadir dalam hidup
gue. Pun di saat-saat terpenting gue sekalipun. Haruskah gue tetap pasang
tampang seperti tidak terjadi apa-apa? Haruskah gue pasang topeng
berlapis-lapis untuk menutupi semua gundah gue? Buat gue ini gak mudah. Gue
emang udah terbiasa sakit hati, kecewa berkali-kali, jadi rasanya gue gak punya
energi untuk tetap tersenyum depan dia, seolah gue baik-baik saja. Gue kecewa.
Dan entah kapan luka itu ada obatnya. Gue yang terbiasa nyimpan semua ini
sendiri. Menutup rapat tembok yang gue bangun dan gak membiarkan seorangpun
masuk. Gue gak mau trauma itu kembali terulang. Rasanya udah cukup gue
dikhianatin oleh orang yang selama ini gue percaya. Yang selama ini gue harap
dia gak pergi. Tapi mungkin emang gue sebegitu menyebalkan dan mengesalkan jadi
sepertinya orang-orang selalu aja pergi sesuka hati. Setelah itu gue menyesal
mengapa gue bertindak jahat. Sejujurnya gue pun bingung apa yang mesti
dibicarakan dengan orang yang selama lebih dari sepuluh tahun gak pernah tinggal bareng. Menanyakan
kabar gue pun tidak. Bahkan mungkin dia tak ingat tanggal berapa gue bertambah
usia.
Anggap
aja gue anak durhaka gak ada pantasnya buat dibanggain. Anak durhaka yang udah
sekian puluh tahun gak pernah manggil “Ayah” karena gak tau siapa yang harus
gue panggil. Karena lama-lama gue udah terbiasa dengan ketidakhadiran, maka gue
akan sedikit terguncang saat harus bertemu lagi. Dan gue gak mau harus
terguncang berkali-kali. Gue
bukan aktris/aktor yang mudah untuk berakting. Gue gak bisa. Kadang gue muak
dengan segala kepura-puraan. Pura-pura kuat dan tegar.
Surabaya
yang harusnya bisa bikin happy, kemarin udah sukses bikin mood gue kayak jet
cooster plus migren yang tiba-tiba aja dateng. Padahal sebelumnya jalan-jalan
ke Solo dan Purwokerto gak bikin gue kayak anak manja yang takut sinar matahari.
Dan gue dengan semangat jalan-jalan ke “sunmornya” Purwokerto plus kayak anak ilang
keliling Purwokerto naik angkot. Rasanya gue gak mau ngulang lagi kejadian di
Surabaya. Surabaya yang selalu gue rindukan karena basketnya mendadak jadi
bikin gue mual.
Sampai
detik ini gue gak tau apa rencana Tuhan dibalik itu semua. Gue udah capek
berandai-andai.
Selama
ini yang bikin gue terlihat kuat dan gak kelihatan menye-menye sedang ada
banyak masalah adalah cara gue berdamai dengan diri sendiri. Cara gue nyaman
dengan kesendirian yang kadang emang suka dateng tiba-tiba. Karena gue gak suka
keramaian. Yang sangat penuh dan bising. Mendadak gue pasti langsung migren
lagi. Jadi gue sangat nyaman menghabiskan sendirian waktu ke toko buku, nonton
film, atau sekedar jalan-jalan buang-buang waktu.
Jadi
teringat salah satu penggal postingan dari Falafu
"Siapa
pun bisa mengecewakanmu. Tidak terkecuali orang yang melahirkanmu ke dunia. Dan
itu bukan salahmu. Tidak perlu lantas merasa tidak berharga, karena seseorang
menganggapmu tidak seberapa berharga. Kalau masih takut mati, maka hiduplah
baik-baik.
Dewasa adalah
saat kamu mampu tetap hidup dengan baik, seperapa pun banyak kotoran yang
dilemparkan manusia lain ke wajahmu.
Kedewasaan, bukanlah soal seberapa lama sudah kamu hidup di dunia ini. Kedewasaan terjadi saat kamu tidak merasa lebih dewasa dari orang di sekitarmu. Sehingga kamu mampu melihat lebih banyak, mempelajari lebih banyak, dan menjadi lebih besar tanpa mengecilkan orang lain”
Kedewasaan, bukanlah soal seberapa lama sudah kamu hidup di dunia ini. Kedewasaan terjadi saat kamu tidak merasa lebih dewasa dari orang di sekitarmu. Sehingga kamu mampu melihat lebih banyak, mempelajari lebih banyak, dan menjadi lebih besar tanpa mengecilkan orang lain”
Komentar
Posting Komentar