Bunuh Diri dan Kedamaian Sejati
Berturut
– turut mendengar berita bunuh diri. Aku tidak ingin menyalahkan mengapa mereka
melakukan hal itu. Tapi aku hanya mencoba melihat, mengapa akhirnya seseorang
memilih mengakhiri hidupnya.
Bagi
sebagian orang dunia ini adalah segalanya. Bahkan tak jarang banyak orang yang
dibutakan karenanya. Ada yang ingin hidup hingga 1000 tahun lagi. Tapi tak
sedikit juga orang yang menanggap dunia ini bagai neraka. Padahal, tak pernah
ada yang tau neraka itu seperti apa. Bagi mereka yang sering menjadi korban
perundungan, bullying, dihina, dilecehkan, tak pernah diaggap, mereka berharap
tak pernah dilahirkan jika hanya menjadi ‘sampah’.
Masa
sekolah bagi sebagian anak tak lagi menjadi masa yang mengasikkan. Bukan hanya
di sekolah, tidak jarang, ada yang dibully oleh anggota keluarga. Iya. Anggota keluarga.
Mungkin mereka hanya bisa diam. Tapi mereka tumbuh dalam rasa penolakan yang
tidak pernah terpikir oleh yang lain. Rasa sakit yang dia simpan selama
bertahun – tahun. Penerimaan yang buruk, dan tidak pernah merasa diterima
membuat mereka terus menyalahkan diri sendiri. Bukan tidak mungkin mereka
membenci diri sendiri. Mereka membenci diri sendiri karena lingkungan yang
membentuk itu. Pelarian yang paling sering adalah dengan obat-obatan. Cara mereka
melepaskan semua beban. Hal yang berujung merusak diri, menyakiti diri karena
sudak terlalu benci.
Mereka
tidak memilih untuk dilahirkan. Tidak memilih untuk dilahirkan oleh keluarga
siapa dan di mana. Lalu mereka diperlakukan semena – mena. Apakah itu adil? Apakah
salah jika mereka menganggap bahwa dunia ini begitu buruk?
Hidup
penuh tuntutan ini – itu, namun di lain sisi banyak orang yang tidak menerima
keberadaan mereka, membuat mereka jatuh – sejatuhnya. Mereka yang sudah lelah
berjuang, lelah bertahan, akhirnya mengambil keputusan yang menurut orang
paling ekstrim, buhun diri. Agar terlepas
dari lelah. Agar tidak lagi dianggap sampah. Mereka mungkin sudah menemukan
kebahagiaan dan kedamaian yang paling dicari selama ini.
Orang
– orang ini tentu sudah bertahan berkali – kali. Bertahun – tahun. Sudah berdoa
dan bersimpuh tiap malam. Tapi terkadang Tuhan memang tidak mengabulkan doa
yang kita minta seperti yang kita harapkan. Hal ini diperparah dengan tidak ada
seseorang yang bisa membantu. Tidak ada yang mau mendengarkan. Kemana lagi
mereka mencari jawaban?
Mengapa
tidak bersyukur atas apa yang sudah ada? Tapi ini bukan tentang syukur. Tapi rasa
penerimaan diri oleh masyarakat. Bisa kalian bayangkan jika berjalan sendirian
tapi setiap kaki melangkah, pandangan orang tertuju pada kita? Tertuju pada
makhluk aneh yang tengah berjuang dan bertahan sedemikian rupa ditengah dunia yang
katanya kejam ini? Yaaa masih banyak yang tidak bisa menerima segala keanehan
dan perbedaan. Sekarang bayangkan jika hampir setiap hari mereka menerima
email, balasan twitter, instagram yang memperolok dan terus menjatuhkan diri mereka?
Bukan hanya satu tapi ratusan. Ribuan. Coba bayangkan bagaimana mereka tidak
membenci diri sendiri? Mengapa diri segitu buruknya hingga terus diperolok? Padahal
itu bukan keinginan mereka. “sudah jangan ditanggapi, sudah biarkan saja” apa
iya semudah itu?
Akhirnya
mereka berjuang sekuat tenaga untuk membuat orang lain “senang”. Mengubah menampilan
demi orang lain. Padahal hal pertama yang perlu mereka lakukan adalah membahagiakan
diri sendiri. Suka iri sama orang yang bisa jadi diri mereka sendiri tanpa
takut dibully. Mental sekuat baja. Tahan segala hantaman. Tapi tidak semua
orang memiliki mental sekuat itu.
Bagi
yang tidak pernah mengalami perundungan. Tidak mengalami jatuh – sejatuhnya. Tidak
mengalami penolakan, mungkin sulit untuk bersimpati. Sulit untuk ikut merasakan
beban hidup.
Tulisan
ini tidak ingin berusaha sok tau. Dan mungkin tidak semua korban perundungan
memiliki kasus dan kisah yang sama. Hanya ingin memberikan pandangan dari sisi
orang yang memilih mengakhiri hidup dengan cara yang mereka pilih, dengan cara
yang menurut mereka terbaik untuk mencapai kedamaian sejati.
Terima
kasih untuk kalian yang masih mau terus berjuang, bertahan hidup menjadi diri
sendiri. :)
Komentar
Posting Komentar