Menikah?
Akhir-akhir ini, di halaman FB
beberapa kawan sudah berkeluarga bahkan sudah memiliki anak. Lalu terbersit
dalam hati, kapan aku sampai pada masa itu?
Bagi yang telah memiliki pacar, tentu
pertanyaan seperti “kapan nyusul”, “kapan dapat undangan” sudah sering kali
didengar. Padahal bisa saja sebenarnya merekapun belum siap menikah. Belom lagi
bagi yang jomblo. Pertanyaan “kok sendiri”, “pasangannya mana”, udah semacam
makanan empuk saat kumpul keluarga besar. Apalagi saat sodara-sodara sepupu
masing-masing telah menikah dan punya pacar, kaum yang jomblo ini makin khusyuk
berdoa memantaskan diri.
Yang orang lain gak tau adalah, banyak
bekal yang harus dipelajari sebelum nanti akhirnya berkeluarga. Karena menikah
bukan cuma ijab qobul lalu selesai. Kesiapan mental sangat dibutuhkan. Memperbanyak
pengalaman. Mana yang harus dilakukan mana yang tidak. Tapi yaa namanya juga orang punya mulut,
mereka kadang suka asal ngomong.
Bagi kawan yang diumur seperti saya
ini sudah berkeluarga yaa anggap saja dia sudah sangat banyak bekal. Sudah sangat
banyak pengalaman. Sudah siap jadi seorang ibu. Tapi bagi saya, saya belum
siap. Saya masih terlalu bodoh untuk jadi seorang ibu. Apakabar anak saya kelak
jika punya ibu seperti saya ini? Apakabar
ayah dari anak-anak jika serumah dengan saya yang banyak kekurangan daripada
kelebihan ini? Pertanyaan seperti itu apa pernah terlintas di benak orang yang
menanyakan “kapan nyusul”.
Kadang saya masih malas untuk
sekerdar mencuci baju pun mencuci piring. Saya kadang lebih memilih menonton
film korea daripada menyapu. Saya pun membirkan tumpukan baju di kamar daripada
menyempatkan untuk melipatnya. Saya kadang tidak bisa membedakan mana
kunir,kencur,kenikir, pala, merica, lada, dan daun-daunnya yang sering jadi
bahan masak. Apa jadinya kalo saya nanti jadi ibu dan suruh memasak? Saya tak
pandai menjahit. Jahitan saya kadang tidak berbentuk dan cendrung tidak rapi. Bagaimana
saya bisa menjahit baju anak saya yang robek nanti? Pun saat memilih kain untuk
tambahan kaos. Saya yang bodoh ini salah membeli kain. Malu sekali rasanya. Ternyata
pengetahuan saya akan kain masih jauuuuh sekali. Saya masih sangat butuh
pengetahuan agar layak jadi seorang ibu. Masih banyak hal yang ingin saya
tanyakan ke ibu saya bagaimana menjadi menjadi ibu yang pintar. Kadang malah
ibu saya yang harus menyelesaikan masalah yang saya timbulkan. Bodohnya anakmu
ini.....
Yang orang tak paham adalah, ada
alasan mengapa masih banyak usia 25-29 yang tak kunjung menikah. Yang saya
amati adalah sebagai berikut:
1.
Belum
ada calon. Yang mungkin orang lain gak tau adalah: yang memilih opsi ini sedang
berjuang siang-malam merapal doa agar segara didekatkan dengan jodohnya. Berjuang
memantaskan diri agar menjadi ibu & istri yang solehah.
2.
Mengejar
karir. Yang memilih opsi ini, dia sedang berjuang menabung untuk bekal usahanya
kelak. Nasehat dari sesepuh agar jangan bergantung dengan laki-laki selalu
dipegangnya. Kita tidak tau nasib karir ayah anak-anak yang akan menafkahi. Kita
tidak tau takdir/maut. “kamu sebagai wanita harus punya pegangan sendiri”.
3.
Melanjutkan
sekolah. Yang memilih opsi ini adalah dia yang haus akan ilmu dan terus merasa
bodoh. Dia ingin menjadi ibu yang pintar bagi anak-anaknya. Ibu yang mampu
mendidik anak-anaknya dengan segudang ilmu & pengetahuan yang dimiliki.
4.
Merasa
belum siap menjadi orang tua. Menjadi bertanggung jawab, menjadi dewasa dalam
menyelesaikan segala masalah. Sabar mengurus rumah.
Saya sendiri merasa tidak pernah
dewasa dalam menyelesaikana masalah. Kadang panik, bingung, dan ujung-unjungnya
nangis. Jadi saya tidak siap menerima masalah yang nanti akan terjadi saat
sudah berkeluarga meski pun saya tidak menyelesaikan sendirian tapi, menggabungkan
dua pemikiran dalam satu atap tidak semudah mengedipkan mata. Saya mungkin
tidak setuju dengan saran yang dia berikan, atau saya marah mengapa dia
mengambil keputusan yang bertentangan kemauan saya. Sebelum semua itu terjadi,
saya harus banyak belajar mengalah, belajar menerima opsi lain, belajar
bediskusi yang santun dan tetap sabar.
Bagi saya, jodoh itu benar-benar
misteri. Saya gak tau sosoknya, saya gak tau dia seperti apa. Saya gak tau apa
benar dia jodoh saya, atau hanya sekedar cameo yang hanya sekali hadir lalu
malah pergi lagi? Saya gak tau siapa yang mau menerima saya dengan segala
keruwetan dan keabsuradan saya. Menerima segala kekurangan yang sudah saya
sebutkan diatas.
Jadi pertanyaan “kapan nyusul”, “kok
sendiri”, anggap aja angin lalu. Jawaban yang pas “iya doakan saja mohon
disegerakan Tuhan dan disiapkan batin ini”.
-ditengah keseloan bulan Puasa-
Komentar
Posting Komentar